AS - SALAFIYAH

1001 Kisah Tentang Islam, Himpunan Teladan dan pengetahuan lainnya

Sejarah Seribu Satu Malam Terancam Serangan Turis

post by Unknown Monday, December 31, 2012 0 komentar

tugu sejarah Irak jadi objek foto para wisatawan
Satu lagi peninggalan bersejarah Irak berusia ribuan tahun, sebuah benteng di wilayah Kirkuk, Irak, kini sedang menanti detik-detik kebangkitannya dan berubah menjadi bahan bakar bagi mesin perindustrian pariwisata Irak.

"Saat ini kami sedang berusaha merubahnya menjadi benteng bagi para turis. Jadi bangunan semacam ini akan kami jadikan museum, seorang pengamat benda antik asal Irak, Ayad Tariq menuturkan selagi menjelajahi bangunan berdebu dari abad ke 19 yang dulunya milik sebuah keluarga hartawan Kristen.

Tariq berharap turis dari seluruh dunia datang mengunjungi benteng berusia 4.600 tahun, meski lokasi benteng tersebut cukup terselubung dan terpencil.

Benteng tersebut membuka sejarah Irak ribuan tahun silam, dimana sekitar 60 benteng serupa didirikan oleh Alexander Agung pada abad ke-4.

Saat ini benteng tersebut berada di wilayah konflik antara Baghdad dan bangsa Kurdi di Irak.

"Setiap negara memiliki keunikan tersendiri, dan kami memiliki sebuah monumen dari dinasti Seljuk yang tidak kalah uniknya."

Di dekat benteng tersebut, terdapat sebuah makam seorang gadis yang meninggal pada saat berusia 24 tahun.

Terdapat pula makam Nabi Danial yang berusia 1.000 tahun yang juga berdekatan dengan sebuah Masjid Agung berusia tujuh abad.

Namun semua kerusakan yang terjadi di tempat-tempat bersejarah tersebut seakan mengingatkan akan serangan AS sejak 2003 lalu, dan berlanjut ke tempat bersejarah lainnya.

Keamanan memang terus ditingkatkan, namun hal tersebut bukan berarti Irak menutup diri dari "antrian" turis yang tertarik akan keindahan masa lalu Irak.

Qais Hussein Rashid, Kepala Bagian Pemeliharaan Bangunan Bersejarah, mengatakan Kirkuk merupakan salah satu daerah yang paling tat hukum di Irak.

"Pada zaman pemerintahan Saddam Hussein, kami memiliki petugas yang tidak mengetahui pastisejarah Irak, dan saat ini kami memiliki masalah yang sama."

Bulan lalu, Menteri Pariwisat dan Kebudayaan provinsi Nineveh segera melakukan tindakan pengamanan terhadap tembok Assyirian ketika diketahui beberapa orang mengambil bagian tembok dengan menggunakan gergaji listrik.

"Sangat jelas bahwa menggunakan alat-alat berat seperti itu merupakan tindak kriminal, kata Jubir kementerian, Abdelzahra al-Talaqani.

Pemerintahan juga telah bertindak cepat mencagari tempat bersejarah peninggalan Babilonia di provinsi Babil.

"Walikota Babil telah menguasai wilayah bersejarah tersebut," kata Rashid.

Donny Youkhanna, mantan Direktur Museum Nasional Irak yang juga berperan penting dalam melindungi peninggalan bersejarah Irak, khawatir badan pariwisata kurang bertanggung jawab atas segala warisan yang ada.

"Ahli arkeologi dimanapun di seluruh dunia pasti berpendapat bahwa dia sangat membenci industri pariwisata," kata Youkhanna, yang meninggalkan Irak pada 2006 lalu setelah mendapat ancaman pembunuhan, dan sekarang mengajar di Stony Brook University di New York.

"Seringkali para walikota lebih memilih uang dengan menggadaikan warisan nenek moyang kepada pariwisata daripada berdiskusi dengan ahli arkeologi," sesalnya.

"Dulunya, para ahli dunia datang ke Irak untuk belajar di museum."
Sekarang semua telah berubah, tutupnya.
 
sumber : suaramedia

gambar : ilustrasi
Husen bin Salam adalah Kepala Pendeta Yahudi di Madinah. Walaupun penduduk Madinah berlainan agama dengannya, namun mereka menghormati Husen. Karena di kalangan mereka, dia terkenal baik hati, istiqamah, dan jujur.

Husen hidup tenang dan damai. Baginya waktu sangat berguna. Karena itu ia membaginya dalam tiga bagian. Sepertiganya ia pergunakan di gereja Yahudi untuk mengajar dan beribadat.
Sepertiga lainnya ia habiskan di kebun untuk merawat dan membersihkan tanaman. Sepertiga lagi untuk membaca Taurat dan mengajarkan kepada orang lain.

Setiap kali menemukan ayat Taurat yang mengabarkan tentang kedatangan seorang nabi di Madinah, ia selalu membacanya berulang-ulang dan merenunginya.
Dipelajarinya lebih mendalam tentang sifat-sifat dan ciri-ciri nabi yang ditunggu-tunggunya itu. Ia sangat gembira ketika mengetahui orang yang ditunggunya itu telah lahir dan akan hijrah ke Madinah.

Karena itu ia selalu berdoa agar Allah memanjangkan usianya supaya bisa bertemu dengan nabi yang ditunggu-tunggunya dan menyatakan iman. Allah memperkenankan doa dengan memanjangkan usianya dan mempertemukannya dengan penutup para nabi, Muhammad SAW.
Ketika pertama kali mendengar kedatangan Nabi, Husen bin Salam mencocokkannya sifat-sifatnya dengan yang ia ketahui dari Taurat. Begitu mengetahui persamaan-persamaan tersebut, ia yakin benar bahwa orang yang ia tunggu telah datang. Namun hal itu ia rahasiakan terhadap kaum Yahudi.

Tatkala Rasulullah hijrah ke Madinah dan tiba di Quba, seorang juru panggil berseru menyatakan kedatangan beliau. Saat itu Husen bin Salam sedang berada di atas pohon kurma. Bibinya, Khalidah bint Harits menunggu di bawah pohon tersebut. Begitu mendengar berita kedatangan Rasulullah, ia berteriak,"Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!"

Mendengar teriakan itu, bibinya berkata, "Engkau akan kecewa. Seandainya pun engkau mendengar kedatangan Musa bin Imran, engkau tidak bisa berbuat apa-apa."

"Wahai Bibi! Demi Allah, dia adalah saudara Musa bin Imran. Dia dibangkitkan membawa agamanya yang sama," jawab Husen.

"Diakah nabi yang sering engkau ceritakan?" tanya bibinya.

"Benar!"

Lalu Husen bergegas menemui Rasulullah yang sedang dikerumuni orang banyak. Setelah berdesak-desakan, akhirnya Husen berhasil menemui beliau. Ucapan pertama kali yang keluar dari mulut beliau adalah, "Wahai manusia, sebar luaskan salam. Beri makan orang yang kelaparan. Shalatlah di tengah malam, ketika orang banyak sedang tidur nyenyak. Pasti engkau masuk surga dengan bahagia."

Husen bin Salam memandangi Rasulullah dengan lekat. Ia yakin, wajah beliau tidak menunjukkan raut pembohong. Perlahan Husen mendekati seraya mengucapkan dua kalimat syahadat.

Rasulullah menoleh kepadanya, "Siapa namamu?"

"Husen bin Salam," jawabnya.

"Mestinya Abdullah bin Salam," ujar Rasulullah mengganti namanya dengan lebih baik.

"Saya setuju!" jawab Husen. "Demi Allah yang mengutus engkau dengan benar, mulai hari ini saya tidak ingin lagi memakai nama lain selain Abdullah bin Salam."

Setelah itu Husen yang sudah berganti nama dengan Abdullah bin Salam segera pulang. Ia mengajak seluruh keluarganya, termasuk bibinya, Khalidah yang saat itu sudah lanjut usia, untuk memeluk agama Islam. Mereka menerima ajakannya. Abdullah bin Salam meminta keluarganya untuk merahasiakan keislaman mereka kepada kaum Yahudi sampai waktu yang tepat.

Beberapa saat kemudian Abdullah menemui Rasulullah lalu berkata, "Wahai Rasulullah, orang-orang Yahudi suka berbohong dan sesat. Saya minta engkau memanggil ketua-ketua mereka, tapi jangan sampai mereka tahu kalau saya masuk Islam. Serulah mereka ke agama Allah, saya akan bersembunyi di kamar engkau mendengar reaksi mereka."

Rasulullah menerima permintaan Abdullah bin Salam. Beliau memasukkannya ke dalam biliknya dan mengumpulkan para pemuka Yahudi. Rasulullah mengingatkan mereka tentang ayat-ayat Al Quran dan mengajak mereka masuk agama Islam. Tetapi orang-orang Yahudi itu tidak mau menerima ajakan beliau. Bahkan dengan beraninya mereka membantah ucapan-ucapan Rasulullah.

Setelah mengetahui bahwa mereka enggan menerima seruannya, Rasulullah bertanya, "Bagaimana kedudukan Husen menurut kalian?"

"Dia pemimpin kami, Kepala Pendeta kami dan pemuka agama kami," jawab mereka.

"Bagaimana pendapat kalian kalai dia masuk Islam ? Maukah kalian mengikutinya?" tanya Rasulullah.

"Tidak mungkin! Tidak mungkin dia akan masuk Islam. Kami berlindung kepada Allah, tidak mungkin dia masuk Islam," jawab mereka.

Tiba-tiba Abdullah bin Salam keluar dari bilik Rasulullah dan menemui mereka seraya berkata, "Wahai orang-orang Yahudi, bertakwalah kepada Allah. Terimalah agama yang dibawa Muhammad. Demi Allah, sesungguhnya kalian sudah mengetahui bahwa Muhammad itu benar utusan Allah. Bukankah kalian telah membaca nama dan sifat-sifatnya dalam Taurat? Demi Allah, saya mengakui Muhammad adalah Rasulullah. Saya beriman kepadanya dan membenarkan segala ucapannya."

"Bohong!" jawab orang-orang Yahudi. "Engkau jahat dan bodoh, tidak bisa membedakan mana yang benar dan salah," umpat mereka lalu pergi meninggalkan Abdullah bin Salam dan Rasulullah.

"Engkau lihat, wahai Rasulullah. Orang-orang Yahudi itu pendusta dan sesat. mereka tidak mau mengakui kebenaran walaupun di depan mata," ujar Abdullah.

Abdullah bin Salam menerima Islam seperti orang yang kehausan yang merindukan jalan ke telaga. Lidahnya selalu basah oleh untaian ayat-ayat Al Quran. Ia selalu mengikuti semua seruan Rasulullah sehingga suatu ketika beliau memberi kabar gembira dengan surga.

Suatu ketika Qais bin Ubadah dan beberapa orang lainnya sedang belajar di serambi masjid. Dalam kelompok itu terdapat seorang lelaki tua yang ramah dan sangat menyenangkan hati. Setiap ucapan yang keluar dari mulutnya selalu menarik perhatian orang. Ketika lelaki itu pergi, orang-orang saling bertanya siapa dia. Di antara mereka ada yang berkata, "Siapa yang ingin melihat penduduk surga, lihatlah lelaki itu!"

Qais bin Ubadah segera bertanya, "Siapa dia?"

"Abdullah bin Salam," jawab mereka.

Qais bin Ubadah memutuskan untuk mengikuti lelaki itu sampai jauh keluar kota Madinah. Setelah diizinkan masuk, Qais menemuinya.

"Apa keperluanmu anak muda?" tanya Abdullah.

"Saya mendengar orang-orang berbicara tentang diri Bapak. Kata mereka, siapa yang ingin melihat penghuni surga, lihatlah Bapak! Mendengar ucapan mereka, saya mengikuti Bapak sampai ke sini. Saya ingin mengetahui mengapa orang banyak berkata begitu?"

"Allah yang lebih mengetahui tentang penduduk surga," jawab Abdullah.

"Ya, tapi pasti ada sebabnya mengapa orang-orang berkata begitu?"

"Baik, akan kujelaskan."

"Silakan, semoga Allah membalas segala kebaikan Bapak," ujar Qais.

"Pada suatu malam ketika Rasulullah masih hidup, saya bermimpi. Seorang laki-laki datang menemuiku seraya menyuruhku bangun dan mengajakku pergi. Tiba-tiba saya melihat sebuah jalan di sebelah kiri. Saya bertanya, 'Jalan kemanakah ini?'

'Jangan turuti jalan itu, itu bukan jalanmu,' jawab orang itu.

Tiba-tiba saya melihat jalan yang terang benderang di sebelah kananku. 'Lewatilah jalan itu,' kata orang itu.

Saya mengikuti jalan yang terang itu hingga tiba di sebuah taman yang subur, luas, dan penuh dengan pohon-pohon hijau dan indah. Di tengah-tengah taman terdapat sebuah tiang besi. Pangkalnya tertancap di tanah dan ujungnya sampai ke langit. Di puncaknya terdapat sebuah aula berlapis emas.

Orang itu berkata, 'Panjatlah tiang itu!'

'Aku tidak bisa,' jawabku.

Tiba-tiba datang seorang pembantuku lalu dia menaikkan tubuhku sampai ke puncak tiang. Aku tinggal di sana sampai pagi dengan perasaan yang sangat bahagia.

Setelah hari pagi, kudatangi Rasulullah dan kuceritakan kepada neliau perihal mimpiku. Beliau bersabda, 'Jalan yang engkau lihat di sebelah kiri adalah jalan ke neraka. Jalan yang engkau lalui di sebelah kanan adalah jalan penduduk surga. Taman yang indah itu adalah Islam. Adapun tiang yang terpancang di tengah taman itu adalah tiang agama. Adapun aula itu adalah pegangan yang kokoh dan kuat. Engkau senantiasa berpegangan dengannya sampai mati.
 
sumber : suaramedia

Bila Hati Bercahaya

post by Unknown Sunday, December 30, 2012 0 komentar

Adakah diantara kita yang merasa mencapai sukses hidup karena telah berhasil meraih segalanya : harta, gelar, pangkat, jabatan, dan kedudukan yang telah menggenggam seluruh isi dunia ini? Marilah kita kaji ulang, seberapa besar sebenarnya nilai dari apa-apa yang telah kita raih selama ini.

Di sebuah harian pernah diberitakan tentang penemuan baru berupa teropong yang diberi nama telescope Hubble. Dengan teropong ini berhasil ditemukan sebanyak lima milyar gugusan galaksi. Padahal yang telah kita ketahui selama ini adalah suatu gugusan bernama galaksi bimasakti, yang di dalamnya terdapat planet-planet yang membuat takjub siapa pun yang mencoba bersungguh-sungguh mempelajarinya. Matahari saja merupakan salah satu planet yang sangat kecil, yang berada dalam gugusan galaksi di dalam tata surya kita. Nah, apalagi planet bumi ini sendiri yang besarnya hanya satu noktah. Sungguh tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan lima milyar gugusan galaksi tersebut. Sungguh alangkah dahsyatnya.

Sayangnya, seringkali orang yang merasa telah berhasil meraih segala apapun yang dirindukannya di bumi ini – dan dengan demikian merasa telah sukses – suka tergelincir hanya mempergauli dunianya saja. Akibatnya, keberadaannya membuat ia bangga dan pongah, tetapi ketiadaannya serta merta membuat lahir batinnya sengsara dan tersiksa. Manakala berhasil mencapai apa yang diinginkannya, ia merasa semua itu hasil usaha dan kerja kerasnya semata, sedangkan ketika gagal mendapatkannya, ia pun serta merta merasa diri sial. Bahkan tidak jarang kesialannya itu ditimpakan atau dicarikan kambing hitamnya pada orang lain.

Orang semacam ini tentu telah lupa bahwa apapun yang diinginkannya dan diusahakan oleh manusia sangat tergantung pada izin Allah Azza wa Jalla. Mati-matian ia berjuang mengejar apa-apa yang dinginkannya, pasti tidak akan dapat dicapai tanpa izin-Nya. Laa haula walaa quwwata illaabillaah! Begitulah kalau orang hanya bergaul, dengan dunia yang ternyata tidak ada apa-apanya ini.

Padahal, seharusnya kita bergaul hanya dengan Allah Azza wa Jalla, Zat yang Maha Menguasai jagat raya, sehingga hati kita tidak akan pernah galau oleh dunia yang kecil mungil ini. Laa khaufun alaihim walaa hum yahjanuun! Samasekali tidak ada kecemasan dalam menghadapi urusan apapun di dunia ini. Semua ini tidak lain karena hatinya selalu sibuk dengan Dia, Zat Pemilik Alam Semesta yang begitu hebat dan dahsyat.

Sikap inilah sesungguhnya yang harus senantiasa kita latih dalam mempergauli kehidupan di dunia ini. Tubuh lekat dengan dunia, tetapi jangan biarkan hati turut lekat dengannya. Ada dan tiadanya segala perkara dunia ini di sisi kita jangan sekali-kali membuat hati goyah karena toh sama pahalanya di sisi Allah. Sekali hati ini lekat dengan dunia, maka adanya akan membuat bangga, sedangkan tiadanya akan membuat kita terluka. Ini berarti kita akan sengsara karenanya, karena ada dan tiada itu akan terus menerus terjadi.

Betapa tidak! Tabiat dunia itu senantisa dipergilirkan. Datang, tertahan, diambil. Mudah, susah. Sehat, sakit. Dipuji, dicaci. Dihormati, direndahkan. Semuanya terjadi silih berganti. Nah, kalau hati kita hanya akrab dengan kejadian-kejadian seperti itu tanpa krab dengan Zat pemilik kejadiannya, maka letihlah hidup kita.

Lain halnya kalau hati kita selalu bersama Allah. Perubahan apa saja dalam episode kehidupan dunia tidak akan ada satu pun yang merugikan kita. Artinya, memang kita harus terus menerus meningkatkan mutu pengenalan kita kepada Allah Azza wa Jalla.

Di antara yang penting yang kita perhatikan sekiranya ingin dicintai Allah adalah bahwa kita harus zuhud terhadap dunia ini. Rasulullah SAW pernah bersabda, "Barangsiapa yang zuhud terhadap dunia, niscaya Allah mencintainya, dan barangsiapa yang zuhud terhadap apa yang ada di tangan manusia, niscaya manusia mencintainya."

Zuhud terhadap dunia bukan berarti tidak mempunyai hal-hal yang bersifat duniawi, melainkan kita lebih yakin dengan apa yang ada di sisi Allah daripada apa yang ada di tangan kita. Bagi orang-orang yang zuhud terhadap dunia, sebanyak apapun yang dimiliki sama sekali tidak akan membuat hati merasa tentram karena ketentraman itu hanyalah apa-apa yang ada di sisi Allah.

Rasulullah SAW bersabda, "Melakukan zuhud dalam kehidupan di dunia bukanlah dengan mengharamkan yang halal dan bukan pula memboroskan kekayaan. Zuhud terhadap kehidupan dunia itu ialah tidak menganggap apa yang ada pada dirimu lebih pasti daripada apa yang ada pada Allah." (HR. Ahmad, Mauqufan)

Andaikata kita merasa lebih tentram dengan sejumlah tabungan di bank, maka berarti kita belum zuhud. Seberapa besar pun uang tabungan kita, seharusnya kita lebih merasa tentram dengan jaminan Allah. Ini dikarenakan apapun yang kita miliki belum tentu menjadi rizki kita kalau tidak ada izin Allah.

Sekiranya kita memiliki orang tua atau sahabat yang memiliki kedudukan tertentu, hendaknya kita tidak sampai merasa tentram dengan jaminan mereka atau siapa pun. Karena, semua itu tidak akan datang kepada kita, kecuali dengan izin Allah.

Orang yang zuhud terhadap dunia melihat apapun yang dimilikinya tidak menjadi jaminan. Ia lebih suka dengan jaminan Allah karena walaupun tidak tampak dan tidak tertulis, tetapi Dia Mahatahu akan segala kebutuhan kita.jangan ukur kemuliaan seseorang dengan adanya dunia di genggamannya. Sebaliknya jangan pula meremehkan seseorang karena ia tidak memiliki apa-apa. Kalau kita tidak menghormati seseorang karena ia tidak memiliki apa-apa. Kalau kita menghormati seseorang karena kedudukan dan kekayaannya, kalau meremehkan seseorang karena ia papa dan jelata, maka ini berarti kita sudah mulai cinta dunia. Akibatnya akan susah hati ini bercahaya disisi Allah.

Mengapa demikian? Karena, hati kita akan dihinggapi sifat sombong dan takabur dengan selalu mudah membeda-bedakan teman atau seseorang yang datang kepada kita. Padahal siapa tahu Allah mendatangkan seseorang yang sederhana itu sebagai isyarat bahwa Dia akan menurunkan pertolongan-Nya kepada kita.

Hendaknya dari sekarang mulai diubah sistem kalkulasi kita atas keuntungan-keuntungan. Ketika hendak membeli suatu barang dan kita tahu harga barang tersebut di supermarket lebih murah ketimbang membelinya pada seorang ibu tua yang berjualan dengan bakul sederhananya, sehingga kita mersa perlu untuk menawarnya dengan harga serendah mungkin, maka mulailah merasa beruntung jikalau kita menguntungkan ibu tua berimbang kita mendapatkan untung darinya. Artinya, pilihan membeli tentu akan lebih baik jatuh padanya dan dengan harga yang ditawarkannya daripada membelinya ke supermarket. Walhasil, keuntungan bagi kita justru ketika kita bisa memberikan sesuatu kepada orang lain.

Lain halnya dengan keuntungan diuniawi. Keuntungan semacam ini baru terasa ketika mendapatkan sesuatu dari orang lain. Sedangkan arti keuntungan bagi kita adalah ketika bisa memberi lebih daripada yang diberikan oleh orang lain. Jelas, akan sangat lain nilai kepuasan batinnya juga.

Bagi orang-orang yang cinta dunia, tampak sekali bahwa keuntungan bagi dirinya adalah ketika ia dihormati, disegani, dipuji, dan dimuliakan. Akan tetapi, bagi orang-orang yang sangat merindukan kedudukan di sisi Allah, justru kelezatan menikmati keuntungan itu ketika berhasil dengan ikhlas menghargai, memuliakan, dan menolong orang lain. Cukup ini saja! Perkara berterima kasih atau tidak, itu samasekali bukan urusan kita. Dapatnya kita menghargai, memuliakan, dan menolong orang lain pun sudah merupakan keberuntungan yang sangat luar biasa.

Sungguh sangat lain bagi ahli dunia, yang segalanya serba kalkulasi, balas membalas, serta ada imbalan atau tidak ada imbalan. Karenanya, tidak usah heran kalau para ahli dunia itu akan banyak letih karena hari-harinya selalu penuh dengan tuntutan dan penghargaan, pujian, dan lain sebagainya, dari orang lain. Terkadang untuk mendapatkan semua itu ia merekayasa perkataan, penampilan, dan banyak hal demi untuk meraih penghargaan.

Bagi ahli zuhud tidaklah demikian. Yang penting kita buat tatanan kehidupan ini seproporsional mungkin, dengan menghargai, memuliakan, dan membantu orang lain tanpa mengharapkan imbalan apapun. Inilah keuntungan-keuntungan bagi ahli-ahli zuhud. Lebih merasa aman dan menyukai apa-apa yang terbaik di sisi Allah daripada apa yang didapatkan dari selain Dia.

Walhasil, siapapun yang merindukan hatinya bercahaya karena senantiasa dicahayai oleh nuur dari sisi Allah, hendaknya ia berjuang sekuat-kuatnya untuk mengubah diri, mengubah sikap hidup, menjadi orang yang tidak cinta dunia, sehingga jadilah ia ahli zuhud.

"Adakalanya nuur Illahi itu turun kepadamu," tulis Syaikh Ibnu Atho’illah dalam kitabnya, Al Hikam, "tetapi ternyata hatimu penuh dengan keduniaan, sehingga kembalilah nuur itu ke tempatnya semula. Oleh sebab itu, kosongkanlah hatimu dari segala sesuatu selain Allah, niscaya Allah akan memenuhinya dengan ma’rifat dan rahasia-rahasia."

Subhanallaah, sungguh akan merasakan hakikat kelezatan hidup di dunia ini, yang sangat luar biasa, siapapun yang hatinya telah dipenuhi dengan cahaya dari sisi Allah Azza wa Jalla. "Cahaya di atas cahaya. Allah membimbing (seorang hamba) kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki ..." (QS. An Nuur [24] : 35).

Tiada keberuntungan yang sangat besar dalam hidup ini, kecuali orang yang tidak memiliki sandaran, selain bersandar kepada Allah. Dengan meyakini bahwa memang Allah-lah yang menguasai segala-galanya; mutlak, tidak ada satu celah pun yang luput dari kekuasaan Allah, tidak ada satu noktah sekecil apapun yang luput dari genggaman Allah. Total, sempurna, segala-galanya Allah yang membuat, Allah yang mengurus, Allah yang menguasai.

Adapun kita, manusia, diberi kebebasan untuk memilih, "Faalhamaha fujuraha wataqwaaha", "Dan sudah diilhamkan di hati manusia untuk memilih mana kebaikan dan mana keburukan". Potensi baik dan potensi buruk telah diberikan, kita tinggal memilih mana yang akan kita kembangkan dalam hidup ini. Oleh karena itu, jangan salahkan siapapun andaikata kita termasuk berkelakuan buruk dan terpuruk, kecuali dirinyalah yang memilih menjadi buruk, naudzubillah.

Sedangkan keberuntungan bagi orang-orang yang bersandarnya kepada Allah mengakibatkan dunia ini, atau siapapun, terlampau kecil untuk menjadi sandaran baginya. Sebab, seseorang yang bersandar pada sebuah tiang akan sangat takut tiangnya diambil, karena dia akan terguling, akan terjatuh. Bersandar kepada sebuah kursi, takut kursinya diambil. Begitulah orang-orang yang panik dalam kehidupan ini karena dia bersandar kepada kedudukannya, bersandar kepada hartanya, bersandar kepada penghasilannya, bersandar kepada kekuatan fisiknya, bersandar kepada depositonya, atau sandaran-sandaran yang lainnya.

Padahal, semua yang kita sandari sangat mudah bagi Allah (mengatakan ‘sangat mudah’ juga ini terlalu kurang etis), atau akan ‘sangat mudah sekali’ bagi Allah mengambil apa saja yang kita sandari. Namun, andaikata kita hanya bersandar kepada Allah yang menguasai setiap kejadian, "laa khaufun alaihim walahum yahjanun’, kita tidak pernah akan panik, Insya Allah.

Jabatan diambil, tak masalah, karena jaminan dari Allah tidak tergantung jabatan, kedudukan di kantor, di kampus, tapi kedudukan itu malah memperbudak diri kita, bahkan tidak jarang menjerumuskan dan menghinakan kita. kita lihat banyak orang terpuruk hina karena jabatannya. Maka, kalau kita bergantung pada kedudukan atau jabatan, kita akan takut kehilangannya. Akibatnya, kita akan berusaha mati-matian untuk mengamankannya dan terkadang sikap kita jadi jauh dari kearifan.

Tapi bagi orang yang bersandar kepada Allah dengan ikhlas, ‘ya silahkan ... Buat apa bagi saya jabatan, kalau jabatan itu tidak mendekatkan kepada Allah, tidak membuat saya terhormat dalam pandangan Allah?’ tidak apa-apa jabatan kita kecil dalam pandangan manusia, tapi besar dalam pandangan Allah karena kita dapat mempertanggungjawabkannya. Tidak apa-apa kita tidak mendapatkan pujian, penghormatan dari makhluk, tapi mendapat penghormatan yang besar dari Allah SWT. Percayalah walaupun kita punya gaji 10 juta, tidak sulit bagi Allah sehingga kita punya kebutuhan 12 juta. Kita punya gaji 15 juta, tapi oleh Allah diberi penyakit seharga 16 juta, sudah tekor itu.

Oleh karena itu, jangan bersandar kepada gaji atau pula bersandar kepada tabungan. Punya tabungan uang, mudah bagi Allah untuk mengambilnya. Cukup saja dibuat urusan sehingga kita harus mengganti dan lebih besar dari tabungan kita. Demi Allah, tidak ada yang harus kita gantungi selain hanya Allah saja. Punya bapak seorang pejabat, punya kekuasaan, mudah bagi Allah untuk memberikan penyakit yang membuat bapak kita tidak bisa melakukan apapun, sehingga jabatannya harus segera digantikan.

Punya suami gagah perkasa. Begitu kokohnya, lalu kita merasa aman dengan bersandar kepadanya, apa sulitnya bagi Allah membuat sang suami muntaber, akan sangat sulit berkelahi atau beladiri dalam keadaan muntaber. Atau Allah mengirimkan nyamuk Aides Aigepty betina, lalu menggigitnya sehingga terjangkit demam berdarah, maka lemahlah dirinya. Jangankan untuk membela orang lain, membela dirinya sendiri juga sudah sulit, walaupun ia seorang jago beladiri karate.

Otak cerdas, tidak layak membuat kita bergantung pada otak kita. Cukup dengan kepleset menginjak kulit pisang kemudian terjatuh dengan kepala bagian belakang membentur tembok, bisa geger otak, koma, bahkan mati.

Semakin kita bergantung pada sesuatu, semakin diperbudak. Oleh karena itu, para istri jangan terlalu bergantung pada suami. Karena suami bukanlah pemberi rizki, suami hanya salah satu jalan rizki dari Allah, suami setiap saat bisa tidak berdaya. Suami pergi ke kanotr, maka hendaknya istri menitipkannya kepada Allah.

"Wahai Allah, Engkaulah penguasa suami saya. Titip matanya agar terkendali, titip hartanya andai ada jatah rizki yang halal berkah bagi kami, tuntun supaya ia bisa ikhtiar di jalan-Mu, hingga berjumpa dengan keadaan jatah rizkinya yang barokah, tapi kalau tidak ada jatah rizkinya, tolong diadakan ya Allah, karena Engkaulah yang Maha Pembuka dan Penutup rizki, jadikan pekerjaannya menjadi amal shaleh."

Insya Allah suami pergei bekerja di back up oleh do’a sang istri, subhanallah. Sebuah keluarga yang sungguh-sungguh menyandarkan dirinya hanya kepada Allah. "Wamayatawakkalalallah fahuwa hasbu", (QS. At Thalaq [65] : 3). Yang hatinya bulat tanpa ada celah, tanpa ada retak, tanpa ada lubang sedikit pun ; Bulat, total, penuh, hatinya hanya kepada Allah, maka bakal dicukupi segala kebutuhannya. Allah Maha Pencemburu pada hambanya yang bergantung kepada makhluk, apalagi bergantung pada benda-benda mati. Mana mungkin? Sedangkan setiap makhluk ada dalam kekuasaan Allah. "Innallaaha ala kulli sai in kadir".

Oleh karena itu, harus bagi kita untuk terus menerus meminimalkan penggantungan. Karena makin banyak bergantung, siap-siap saja makin banyak kecewa. Sebab yang kita gantungi, "Lahaula wala quwata illa billaah" (tiada daya dan kekuatan yang dimilikinya kecuali atas kehendak Allah). Maka, sudah seharusnya hanya kepada Allah sajalah kita menggantungkan, kita menyandarkan segala sesuatu, dan sekali-kali tidak kepada yang lain, Insya Allah.

Belajar Dari Wajah

post by Unknown 0 komentar

Menarik sekali jikalau kita terus menerus belajar tentang fenomena apapun yang terjadi dalam hiruk-pikuk kehidupan ini. Tidak ada salahnya kalau kita buat semacam target. Misalnya : hari ini kita belajar tentang wajah. Wajah? Ya, wajah. Karena masalah wajah bukan hanya masalah bentuknya, tapi yang utama adalah pancaran yang tersemburat dari si pemilik wajah tersebut.

Ketika pagi menyingsing, misalnya, tekadkan dalam diri : "Saya ingin tahu wajah yang paling menenteramkan hati itu seperti apa? Wajah yang paling menggelisahkan itu seperti bagaimana?" karena pastilah hari ini kita akan banyak bertemu dengan wajah orang per orang. Ya, karena setiap orang pastilah punya wajah. Wajah istri, suami, anak, tetangga, teman sekantor, orang di perjalanan, dan lain sebagainya. Nah, ketika kita berjumpa dengan siapapun hari ini, marilah kita belajar ilmu tentang wajah.

Subhanallaah, pastilah kita akan bertemu dengan beraneka macam bentuk wajah. Dan, tiap wajah ternyata dampaknya berbeda-beda kepada kita. Ada yang menenteramkan, ada yang menyejukkan, ada yang menggelikan, ada yang menggelisahkan, dan ada pula yang menakutkan. Lho, kok menakutkan? Kenapa? Apa yang menakutkan karena bentuk hidungnya? Tentu saja tidak! Sebab ada yang hidungnya mungil tapi menenteramkan. Ada yang sorot matanya tajam menghujam, tapi menyejukkan. Ada yang kulitnya hitam, tapi penuh wibawa.

Pernah suatu ketika berjumpa dengan seorang ulama dari Afrika di Masjidil Haram, subhanallaah, walaupun kulitnya tidak putih, tidak kuning, tetapi ketika memandang wajahnya... sejuk sekali! Senyumnya begitu tulus meresap ke relung qolbu yang paling dalam. Sungguh bagai disiram air sejuk menyegarkan di pagi hari. Ada pula seorang ulama yang tubuhnya mungil, dan diberi karunia kelumpuhan sejak kecil. Namanya Syekh Ahmad Yassin, pemimpin spiritual gerakan Intifadah, Palestina. Ia tidak punya daya, duduknya saja di atas kursi roda. Hanya kepalanya saja yang bergerak. Tapi, saat menatap wajahnya, terpancar kesejukan yang luar biasa. Padahal, beliau jauh dari ketampanan wajah sebagaimana yang dianggap rupawan dalam versi manusia. Tapi, ternyata dibalik kelumpuhannya itu beliau memendam ketenteraman batin yang begitu dahsyat, tergambar saat kita memandang sejuknya pancaran rona wajahnya.

Nah, saudaraku, kalau hari ini kita berhasil menemukan struktur wajah seseorang yang menenteramkan, maka caru tahulah kenapa dia sampai memiliki wajah yang menenteramkan seperti itu. Tentulah, benar-benar kita akan menaruh hormat. Betapa senyumannya yang tulus; pancaran wajahnya, nampak ingin sekali ia membahagiakan siapapun yang menatapnya. Dan sebaliknya, bagaimana kalau kita menatap wajah lain dengan sifat yang berlawanan; (maaf, bukan bermaksud meremehkan) ada pula yang wajahnya bengis, struktur katanya ketus, sorot matanya kejam, senyumannya sinis, dan sikapnya pun tidak ramah. Begitulah, wajah-wajah dari saudara-saudara kita yang lain, yang belum mendapat ilmu; bengis dan ketus. Dan ini pun perlu kita pelajari.

Ambillah kelebihan dari wajah yang menenteramkan, yang menyejukkan tadi menjadi bagian dari wajah kita, dan buang jauh-jauh raut wajah yang tidak ramah, tidak menenteramkan, dan yang tidak menyejukkan.

Tidak ada salahnya jika kita evalusi diri di depan cermin. Tanyalah; raut seperti apakah yang ada di wajah kita ini? Memang ada diantara hamba-hamba Allah yang bibirnya di desain agak berat ke bawah. Kadang-kadang menyangkanya dia kurang senyum, sinis, atau kurang ramah. Subhanallaah, bentuk seperti ini pun karunia Allah yang patut disyukuri dan bisa jadi ladang amal bagi siapapun yang memilikinya untuk berusaha senyum ramah lebih maksimal lagi.

Sedangkan bagi wajah yang untuk seulas senyum itu sudah ada, maka tinggal meningkatkan lagi kualitas senyum tersebut, yaitu untuk lebih ikhlas lagi. Karena senyum di wajah, bukan hanya persoalan menyangkut ujung bibir saja, tapi yang utama adalah, ingin tidak kita membahagiakan orang lain? Ingin tidak kita membuat di sekitar kita tercahayai? Nabi Muhammad SAW, memberikan perhatian yang luar biasa kepada setiap orang yang bertemu dengan beliau sehingga orang itu merasa puas. Kenapa puas? Diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW – bila ada orang yang menyapanya – menganggap orang tersebut adalah orang yang paling utama di hadapan beliau. Sesuai kadar kemampuannya.

Alhasil, ketika Nabi SAW berbincang dengan siapapun, maka orang yang diajak berbincang ini senantiasa menjadi curahan perhatian. Tak heran bila cara memandang, cara bersikap, ternyata menjadi atribut kemuliaan yang beliau contohkan. Dan itu ternyata berpengaruh besar terhadap sikap dan perasaan orang yang diajak bicara.

Adapun kemuramdurjaan, ketidakenakkan, kegelisahan itu muncul ternyata diantara akibat kita belum menganggap orang yang ada dihadapan kita orang yang paling utama. Makanya, terkadang kita melihat seseorang itu hanya separuh mata, berbicara hanya separuh perhatian. Misalnya, ketika ada seseorang yang datang menghampiri, kita sapa orang itu sambil baca koran. Padahal, kalau kita sudah tidak mengutamakan orang lain, maka curahan kata-kata, cara memandang, cara bersikap, itu tidak akan punya daya sentuh. Tidak punya daya pancar yang kuat.

Orang karena itu, marilah kita berlatih diri meneliti wajah, tentu saja bukan maksud untuk meremehkan. Tapi, mengambil tauladan wajah yang baik, menghindari yang tidak baiknya, dan cari kuncinya kenapa sampai seperti itu? Lalu praktekkan dalam perilaku kita sehari-hari. Selain itu belajarlah untuk mengutamakan orang lain!

Mudah-mudahan kita dapat mengutamakan orang lain di hadapan kita, walaupun hanya beberapa menit, walaupun hanya beberapa detik, subhanallaah.***

Hikam :
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman yaitu orang-orang yang khusyu dalam sholatnya dan orang-orang yang menjauhkan diri dari perbuatan dan perkataan yang tiada berguna   (Al-Quran: Surat Al-Mu`minun )

Rasulullah SAW bersabda : Ilmu yang pertama kali di angkat dari muka bumi ialah kekhusyuan. (HR. At-Tabrani )

Nabi Muhammad SAW dalam sholatnya benar-benar dijadikan keindahan dan terjadi komunikasi yang penuh kerinduan dan keakraban dengan Allah. Ruku, sujudnya panjang, terutama ketika sholat sendiri dimalam hari, terkadang sampai kakinya bengkak tapi bukannya berlebihan, karena ingin memberikan yang terbaik sebagai rasa syukur terhadap Tuhannya. Sholatnya tepat pada waktunya dan yang paling penting, sholatnya itu teraflikasi dalam kehidupan sehari-hari.

Ciri-ciri orang-orang yang sholatnya khusyu:

1.  Sangat menjaga waktunya, dia terpelihara dari perbuatan dan perkataan sia-sia apa lagi maksiat. Jadi orang-orang yang menyia-nyiakan waktu suka berbuat maksiat berarti sholatnya belum berkualitas atau belum khusyu.
2.  Niatnya ikhlas, jarang kecewa terhadap pujian atau penghargaan, dipuji atau tidak dipuji, dicaci atau tidak dicaci sama saja.
3.  Cinta kebersihan karena sebelum sholat, orang harus wudhu terlebih dahulu untuk mensucikan diri dari kotoran atau hadast.

4.  Tertib dan disiplin, karena sholat sudah diatur waktunya.
5.  Selalu tenang dan tuma`ninah, tuma`ninah merupakan kombinasi antara tenang dan konsentrasi.
6.  Tawadhu dan rendah hati, tawadhu merupakan akhlaknya Rasulullah.
7.  Tercegah dari perbuatan keji dan munkar, orang lain aman dari keburukan dan kejelekannya.

Orang yang sholatnya khusyu dan suka beramal baik tapi masih suka melakukan perbuatan yang dilarang oleh Allah, mudah-mudahan orang tersebut tidak hanya ritualnya saja yang dikerjakan tetapi ilmunya bertambah sehingga membangkitkan kesadaran dalam dirinya.

Jika kita merasa sholat kita sudah khusyu dan kita ingin menjaga dari keriaan yaitu dengan menambah pemahaman dan mengerti bacaan yang ada didalam sholat dan dalam beribadah jangan terhalang karena takut ria.

Inti dalam sholat yang khusyu yaitu akhlak menjadi baik, sebagaimana Rosulullah menerima perintah sholat dari Allah, agar menjadikan akhlak yang baik. Itulah ciri ibadah yang disukai Allah.

lokasi : Pegunungan Ararat di Turkey
Nabi Nuh adalah nabi keempat sesudah Adam, Syith dan Idris dan keturunan kesembilan dari Nabi Adam. Ayahnya adalah Lamik bin Metusyalih bin Idris.











Dakwah Nabi Nuh Kepada Kaumnya

Nabi Nuh menerima wahyu kenabian dari Allah dalam masa "fatrah" masa kekosongan di antara dua rasul di mana biasanya manusia secara beransur-ansur melupakan ajaran agama yang dibawa oleh nabi yang meninggalkan mereka dan kembali bersyirik meninggalkan amal kebajikan, melakukan kemungkaran dan kemaksiatan di bawah pimpinan Iblis.
Demikianlah maka kaum Nabi Nuh tidak luput dari proses tersebut, sehingga ketika Nabi Nuh datang di tengah-tengah mereka, mereka sedang menyembah berhala ialah patung-patung yang dibuat oleh tangan-tangan mereka sendiri disembahnya sebagai tuhan-tuhan yang dapat membawa kebaikan dan manfaat serta menolak segala kesengsaraan dan kemalangan.berhala-berhala yang dipertuhankan dan menurut kepercayaan mereka mempunyai kekuatan dan kekuasaan ghaib ke atas manusia itu diberinya nama-nama yang silih berganti menurut kehendak dan selera kebodohan mereka.Kadang-kadang mereka namakan berhala mereka " Wadd " dan " Suwa " kadangkala " Yaguts " dan bila sudah bosan digantinya dengan nama " Yatuq " dan " Nasr ".

Nabi Nuh berdakwah kepada kaumnya yang sudah jauh tersesat oleh iblis itu, mengajak mereka meninggalkan syirik dan penyembahan berhala dan kembali kepada tauhid menyembah Allah Tuhan sekalian alam melakukan ajaran-ajaran agama yang diwahyukan kepadanya serta meninggalkan kemungkaran dan kemaksiatan yang diajarkan oleh Syaitan dan Iblis.
Nabi Nuh menarik perhatian kaumnya agar melihat alam semesta yang diciptakan oleh Allah berupa langit dengan matahari, bulan dan bintang-bintang yang menghiasinya, bumi dengan kekayaan yang ada di atas dan di bawahnya, berupa tumbuh-tumbuhan dan air yang mengalir yang memberi kenikmatan hidup kepada manusia, pergantian malam menjadi siang dan sebaliknya yang kesemua itu menjadi bukti dan tanda nyata akan adanya keesaan Tuhan yang harus disembah dan bukan berhala-berhala yang mereka buat dengan tangan mereka sendiri. Di samping itu Nabi Nuh juga memberitakan kepada mereka bahwa akan ada gajaran yang akan diterima oleh manusia atas segala amalannya di dunia iaitu syurga bagi amalan kebajikan dan neraka bagi segala pelanggaran terhadap perintah agama yang berupa kemungkaran dan kemaksiatan.

Nabi Nuh yang dikurniakan Allah dengan sifat-sifat yang patut dimiliki oleh seorang nabi, fasih dan tegas dalam kata-katanya, bijaksana dan sabar dalam tindak-tanduknya melaksanakan tugas risalahnya kepada kaumnya dengan penuh kesabaran dan kebijaksanaan dengan cara yang lemah lembut mengetuk hati nurani mereka dan kadang kala dengan kata-kata yang tajam dan nada yang kasar bila menghadapi pembesar-pembesar kaumnya yang keras kepala yang enggan menerima hujjah dan dalil-dalil yang dikemukakan kepada mereka yang tidak dapat mereka membantahnya atau mematahkannya.

Akan tetapi walaupun Nabi Nuh telah berusaha sekuat tanaganya berdakwah kepda kaumnya dengan segala kebijaksanaan, kecekapan dan kesabaran dan dalam setiap kesempatan, siang mahupun malam dengan cara berbisik-bisik atau cara terang dan terbuka terbyata hanya sedikit sekali dari kaumnya yang dapat menerima dakwahnya dan mengikuti ajakannya, yang menurut sementara riwayat tidak melebihi bilangan seratus orang  Mereka pun terdiri dari orang-orang yang miskin berkedudukan sosial lemah. Sedangkan orang yang kaya-raya, berkedudukan tingi dan terpandang dalam masyarakat, yang merupakan pembesar-pembesar dan penguasa-penguasa tetap membangkang, tidak mempercayai Nabi Nuh mengingkari dakwahnya dan sesekali tidak merelakan melepas agamanya dan kepercayaan mereka terhadap berhala-berhala mereka, bahkan mereka berusaha dengan mengadakan persekongkolan hendak melumpuhkan dan mengagalkan usaha dakwah Nabi Nuh.

Berkata mereka kepada Nabi Nuh: "Bukankah engkau hanya seorang daripada kami dan tidak berbeda drp kami sebagai manusia biasa. Jikalau betul Allah akan mengutuskan seorang rasul yang membawa perintah-Nya, nescaya Ia akan mengutuskan seorang malaikat yang patut kami dengarkan kata-katanya dan kami ikuti ajakannya dan bukan manusia biasa seperti engkau hanya dpt diikuti orang-orang rendah kedudukan sosialnya seperti para buruh petani orang-orang yang tidak berpenghasilan yang bagi kami mereka seperti sampah masyarakat.Pengikut-pengikutmu itu adalah orang-orang yang tidak mempunyai daya fikiran dan ketajaman otak, mereka mengikutimu secara buta tuli tanpa memikirkan dan menimbangkan masak-masak benar atau tidaknya dakwah dan ajakanmu itu. Cuba agama yang engkau bawa dan ajaran -ajaran yang engkau sadurkan kepada kami itu betul-betul benar, nescaya kamilah dulu mengikutimu dan bukannya orang-orang yang mengemis pengikut-pengikutmu itu. kami sebagai pemuka-pemuka masyarakat yang pandai berfikir, memiliki kecerdasan otak dan pandangan yang luas dan yang dipandang masyarakat sebagai pemimpin-pemimpinnya, tidaklah mudak kami menerima ajakanmu dan dakwahmu.Engkau tidak mempunyai kelebihan di atas kami tentang soaL-soal kemasyarakatan dan pergaulan hidup.kami jauh lebih pandai dan lebih mengetahui drpmu tentang hal itu semua.nya.Anggapan kami terhadapmu, tidak lain dan tidak bukan, bahawa engkau adalh pendusta belaka."

Nuh berkata, menjawab ejekan dan olok-olokan kaumnya: "Adakah engkau mengira bahwa aku dapat memaksa kamu mengikuti ajaranku atau mengira bahwa aku mempunyai kekuasaan untuk menjadikan kamu orang-orang yang beriman jika kamu tetap menolak ajakan ku dan tetap membuta-tuli terhadap bukti-bukti kebenaran dakwahku dan tetap mempertahankan pendirianmu yang tersesat yang diilhamkan oleh kesombongan dan kecongkakan karena kedudukan dan harta-benda yang kamu miliki.Aku hanya seorang manusia yang mendapat amanat dan diberi tugas oleh Allah untuk menyampaikan risalah-Nya kepada kamu. Jika kamu tetap berkeras kepala dan tidak mau kembali ke jalan yang benar dan menerima agama Allah yang diutuskan-Nya kepada ku maka terserahlah kepada Allah untuk menentukan hukuman-Nya dan ganjaran-Nya ke atas diri kamu. Aku hanya pesuruh dan rasul-Nya yang diperintahkan untuk menyampaikan amanat-Nya kepada hamba-hamba-Nya. Dialah yang berkuasa memberi hidayah kepadamu dan mengampuni dosamu atau menurunkan azab dan siksaan-Nya di atas kamu sekalian jika Ia kehendaki. Dialah pula yang berkuasa menurunkan siksa dan azab-nya di dunia atau menangguhkannya sampai hari kemudian. Dialah Tuhan pencipta alam semesta ini, Maha Kuasa ,Maha Mengetahui, maha pengasih dan Maha Penyayang.".

Kaum Nuh mengemukakan syarat dengan berkata: "Wahai Nuh! Jika engkau menghendaki kami mengikutimu dan memberi sokongan dan semangat kepada kamu dan kepada agama yang engkau bawa, maka jauhkanlah para pengikutmu yang terdiri dari orang-orang petani, buruh dan hamaba-hamba sahaya itu. Usirlah mereka dari pergaulanmu karena kami tidak dapat bergaul dengan mereka duduk berdampingan dengan mereka mengikut cara hidup mereka dan bergabung dengan mereka dalam suatu agama dan kepercayaan. Dan bagaimana kami dapat menerima satu agama yang menyamaratakan para bangsawan dengan orang awam, penguasa dan pembesar dengan buruh-buruhnya dan orang kaya yang berkedudukan dengan orang yang miskin dan papa."

Nabi Nuh menolak persyaratan kaumnya dan berkata: "Risalah dan agama yang aku bawa adalah untuk semua orang tiada pengecualian, yang pandai maupun yang bodoh, yang kaya maupun miskin, majikan ataupun buruh ,diantara penguasa dan rakyat biasa semuanya mempunyai kedudukan dan tempat yang sama terhadap agama dan hukum Allah. Andai kata aku memenuhi persyaratan kamu dan meluluskan keinginanmu menyingkirkan para pengikutku yang setia itu, maka siapakah yang dapat ku harapkan akan meneruskan dakwahku kepada orang ramai dan bagaimana aku sampai hati menjauhkan dari padaku orang-orang yang telah beriman dan menerima dakwahku dengan penuh keyakinan dan keikhlasan di kala kamu menolaknya serta mengingkarinya, orang-orang yang telah membantuku dalam tugasku di kala kamu menghalangi usahaku dan merintangi dakwahku. Dan bagaimanakah aku dapat mempertanggungjawabkan tindakan pengusiranku kepada mereka terhadap Allah bila mereka mengadu baawa aku telah membalas kesetiaan dan ketaatan mereka dengan sebaliknya semata-mata untuk memenuhi permintaanmu dan tunduk kepada persyaratanmu yang tidak wajar dan tidak dapat diterima oleh akal dan fikiran yang sehat. Sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang bodoh dan tidak berfikiran sehat.

Pada akhirnya, karena merasa tidak berdaya lagi mengingkari kebenaran kata-kata Nabi Nuh dan merasa kehabisan alasan dan hujjah untuk melanjutkan dialog dengan beliau, maka berkatalah mereka: "Wahai Nabi Nuh! Kita telah banyak bermujadalah dan berdebat dan cukup berdialog serta mendengar dakwahmu yang sudah menjemukan itu. Kami tetap tidak akan mengikutimu dan tidak akan sesekali melepaskan kepercayaan dan adat-istiadat kami sehingga tidak ada gunanya lagi engkau mengulang-ulangi dakwah dan ajakanmu dan berperang lidah dengan kami. datangkanlah apa yang engkau benar-benar orang yang menepati janji dan kata-katanya. Kami ingin melihat kebenaran kata-katamu dan ancamanmu dalam kenyataan. Karena kami masih tetap belum mempercayaimu dan tetap meragukan dakwahmu."


Nabi Nuh Berputus Asa Dari Kaumnya

Nabi Nuh berada di tengah-tengah kaumnya selama sembilan ratus lima puluh tahun berdakwah menyampaikan risalah Tuhan, mengajak mereka meninmggalkan penyembahan berhala dan kembali menyembah dan beribadah kepada Allah Yang maha Kuasa memimpin mereka keluar dari jalan yang sesat dan gelap ke jalan yang benar dan terang, mengajar mereka hukum-hukum syariat dan agama yang diwahyukan oleh Allah kepadanya, mangangkat darjat manusia yang tertindas dan lemah ke tingak yang sesuai dengan fitrah dan qudratnya dan berusaha menghilangkan sifat-sifat sombong dan bongkak yang melekat pada para pembesar kaumnya dan medidik agar mereka berkasih sayang, tolong-menolong diantara sesama manusia. Akan tetapi dalam waktu yang cukup lama itu, Nabi Nuh tidak berhasil menyedarkan an menarik kaumnya untuk mengikuti dan menerima dakwahnya beriman, bertauhid dan beribadah kepada Allah kecuali sekelompok kecil kaumnya yang tidak mencapai seramai seratus orang, walaupun ia telah melakukan tugasnya dengan segala daya-usahanya dan sekuat tenaganya dengan penuh kesabaran dan kesulitan menghadapi penghinaan, ejekan dan cercaan makian kaumnya, karena ia mengharapkan akan datang masanya di mana kaumnya akan sadar diri dan datang mengakui kebenarannya dan kebenaran dakwahnya. Harapan Nabi Nuh akan kesedaran kaumnya ternyata makin hari makin berkurangan dan bahawa sinar iman dan takwa tidak akan menebus ke dalam hati mereka yang telah tertutup rapat oleh ajaran dan bisikan Iblis. Hal mana Nabi Nuh berupa berfirman Allah yang bermaksud:

"Sesungguhnya tidak akan seorang dari pada kaumnya mengikutimu dan beriman kecuali mereka yang telah mengikutimu dan beriman lebih dahulu, maka janganlah engkau bersedih hati karena apa yang mereka perbuatkan."
Dengan penegasan firman Allah itu, lenyaplah sisa harapan Nabi Nuh dari kaumnya dan habislah kesabarannya. Ia memohon kepada Allah agar menurunkan Azab-Nya di atas kaumnya yang berkepala batu seraya berseru: "Ya Allah! Janganlah Engkau biarkan seorang pun dari pada orang-orang kafir itu hidup dan tinggal di atas bumi ini. Mereka akan berusaha menyesatkan hamba-hamba-Mu, jika Engkau biarkan mereka tinggal dan mereka tidak akan melahirkan dan menurunkan selain anak-anak yang berbuat maksiat dan anak-anak yang kafir seperti  mereka."

Doa Nabi Nuh dikalbulkan oleh Allah dan permohonannya diluluskan dan tidak perlu lagi menghiraukan dan mempersoalkan kaumnya, karena mereka itu akan menerima hukuman Allah dengan mati tenggelam.


Nabi Nuh Membuat Kapal

Setelah menerima perintah Allah untuk membuat sebuah kapal, segeralah Nabi Nuh mengumpulkan para pengikutnya dan mulai mereka mengumpulkan bahan yang diperlukan untuk maksud tersebut, kemudian dengan mengambil tempat di luar dan agak jauh dari kota dan keramaiannya mereka dengan rajin dan tekun bekerja siang dan malam menyelesaikan pembinaan kapal yang diperintahkan itu.
Walaupun Nabi Nuh telah menjauhi kota dan masyarakatnya, agar dapat bekerja dengan tenang tanpa gangguan bagi menyelesaikan pembinaan kapalnya namun ia tidak luput dari ejekan dan cemoohan kaumnya yang kebetulan atau sengaja melalui tempat kerja membina kapal itu. Mereka mengejek dan mengolok-olok dengan mengatakan: "Wahai Nuh! Sejak bila engkau telah menjadi tukang kayu dan pembuat kapal? Bukankah engkau seorang nabi dan rasul menurut pengakuanmu, kenapa sekarang menjadi seorang tukang kayu dan pembuat kapal.Dan kapal yang engkau buat itu di tempat yang jauh dari air ini adalah maksudmu untuk ditarik oleh kerbau ataukah mengharapkan angin yang akan menarik kapalmu ke laut?" Dan lain-lain kata ejekan yang diterima oleh Nabi Nuh dengan sikap dingin dan tersenyum seraya menjawab: "Baiklah tunggu saja saatnya nanti, jika kamu sekarang mengejek dan mengolok-olok kami maka akan tibalah masanya kelak bagi kami untuk mengejek kamu dan akan kamu ketahui kelak untuk apa kapal yang kami siapkan ini. Tunggulah saatnya azab dan hukuman Allah menimpa atas diri kamu."

Setelah selesai pekerjaan pembuatan kapal yang merupakan alat pengangkutan laut pertama di dunia, Nabi Nuh menerima wahyu dari Allah:
"Siap-siaplah engkau dengan kapalmu, bila tiba perintah-Ku dan terlihat tanda-tanda dari pada-Ku maka segeralah angkut bersamamu di dalam kapalmu dan kerabatmu dan bawalah dua pasang dari setiap jenis makhluk yang ada di atas bumi dan berlayarlah dengan izin-Ku."
Kemudian tercurahlah dari langit dan memancur dari bumi air yang deras dan dahsyat yang dalam sekelip mata telah menjadi banjir besar melanda seluruh kota dan desa menggenangi daratan yang rendah maupun yang tinggi sampai mencapai puncak bukit-bukit sehingga tiada tempat berlindung dari air bah yang dahsyat itu kecuali kapal Nabi Nuh yang telah terisi penuh dengan para orang mukmin dan pasangan makhluk yang diselamatkan oleh Nabi Nuh atas perintah Allah.

Dengan iringan "Bismillah majraha wa mursaha" berlayarlah kapal Nabi Nuh dengan lajunya menyusuri lautan air, menentang angin yang kadang kala lemah lembut dan kadang kala ganas dan ribut. Di kanan kiri kapal terlihatlah orang-orang kafir bergelut melawan gelombang air yang menggunung berusaha menyelamat diri dari cengkaman maut yang sudah sedia menerkam mereka di dalam lipatan gelombang-gelombang itu.
Tatkala Nabi Nuh berada di atas geladak kapal memperhatikan cuaca dan melihat-lihat orang-orang kafir dari kaumnya sedang bergelimpangan di atas permukaan air, tiba-tiba terlihatlah olehnya tubuh putra sulungnya yang bernama "Kan'aan" timbul tenggelam dipermainkan oleh gelombang yang tidak menaruh belas kasihan kepada orang-orang yang sedang menerima hukuman Allah itu. Pada saat itu, tanpa disadari, timbullah rasa cinta dan kasih sayang seorang ayah terhadap putra kandungnya yang berada dalam keadaan cemas menghadapi maut ditelan gelombang.

Nabi Nuh secara spontan, terdorong oleh suara hati kecilnya berteriak dengan sekuat suaranya memanggil putranya: "Wahai anakku! Datanglah kemari dan gabungkan dirimu bersama keluargamu. Bertaubatlah engkau dan berimanlah kepada Allah agar engkau selamat dan terhindar dari bahaya maut yang engkau menjalani hukuman Allah." Kan'aan, putra Nabi Nuh, yang tersesat dan telah terkena racun rayuan syaitan dan hasutan kaumnya yang sombong dan keras kepala itu menolak dengan keras ajakan dan panggilan ayahnya yang menyayanginya dengan kata-kata yang menentang: "Biarkanlah aku dan pergilah, jauhilah aku, aku tidak sudi berlindung di atas geladak kapalmu aku akan dapat menyelamatkan diriku sendiri dengan berlindung di atas bukit yang tidak akan dijangkau oleh air bah ini."

Nuh menjawab: "Percayalah bhawa tempat satu-satunya yang dapat menyelamatkan engkau ialah bergabung dengan kami di atas kapal ini. Masa tidak akan ada yang dapat melepaskan diri dari hukuman Allah yang telah ditimpakan ini kecuali orang-orang yang memperoleh rahmat dan keampunan-Nya."
Setelah Nabi Nuh mengucapkan kata-katanya tenggelamlah Kan'aan disambar gelombang yang ganas dan lenyaplah ia dari pandangan mata ayahnya, tergelincirlah ke bawah lautan air mengikut kawan-kawannya dan pembesar-pembesar kaumnya yang durhaka itu.

Nabi Nuh bersedih hati dan berdukacita atas kematian puteranya dalam keadaan kafir tidak beriman dan belum mengenal Allah. Beliau berkeluh-kesah dan berseru kepada Allah: "Ya Tuhanku, sesungguhnya puteraku itu adalah darah dagingku dan adalah bahagian dari keluargaku dan sesungguhnya janji-Mu adalha janji benar dan Engkaulah Maha Hakim yang Maha Berkuasa." Kepadanya Allah berfirman: "Wahai Nuh! Sesungguhnya dia puteramu itu tidaklah termasuk keluargamu, karena ia telah menyimpang dari ajaranmu, melanggar perintahmu menolak dakwahmu dan mengikuti jejak orang-orang yang kafir dari pada kaummu. Coretlah namanya dari daftar keluargamu.Hanya mereka yang telah menerima dakwahmu mengikuti jalanmu dan beriman kepada-Ku dapat engkau masukkan dan golongkan ke dalam barisan keluargamu yang telah Aku janjikan perlindungannya dan terjamin keselamatan jiwanya. Adapun orang-orang yang mengingkari risalahmu, mendustakan dakwahmu dan telah mengikuti hawa nafsunya dan tuntutan Iblis, pastilah mereka akan binasa menjalani hukuman yang telah Aku tentukan walau mereka berada dipuncak gunung. Maka janganlah engkau sesekali menanyakan tentang sesuatu yang engkau belum ketahui. Aku ingatkan janganlah engkau sampai tergolong ke dalam golongan orang-orang yang bodoh."

Nabi Nuh sadar segera setelah menerima teguran dari Allah bahwa cinta kasih sayangnya kepada anaknya telah menjadikan ia lupa akan janji dan ancaman Allah terhadap orang-orang kafir termasuk putranya sendiri. Ia sadar bahwa ia tersesat pada saat ia memanggil putranya untuk menyelamatkannya dari bencana banjir yang didorong oleh perasaan naluri darah yang menghubungkannya dengan putranya padahal sepatutnya cinta dan taat kepada Allah harus mendahului cinta kepada keluarga dan harta-benda. Ia sangat sesalkan kelalaian dan kekhilafannya itu dan menghadap kepada Allah memohon ampun dan maghfirahnya dengan berseru: "Ya Tuhanku aku berlindung kepada-Mu dari godaan syaitan yang terlaknat, ampunilah kelalaian dan kekhilafanku sehingga aku menanyakan sesuatu yang aku tidak mengetahuinya. Ya Tuhanku bila Engkau tidak memberi ampun dan maghfirah serta menurunkan rahmat bagiku, niscaya aku menjadi orang yang rugi."

Setelah air bah itu mencapai puncak keganasannya dan habis binasalah kaum Nuh yang kafir dan zalim sesuai dengan kehendak dan hukum Allah, surutlah lautan air diserap bumi kemudian bertambatlah kapal Nuh di atas bukit " Judie " dengan iringan perintah Allah kepada Nabi Nuh: "Turunlah wahai Nuh ke darat engkau dan para mukmin yang menyertaimu dengan selamat dilimpahi berkah dan inayah dari sisi-Ku bagimu dan bagi umat yang menyertaimu."


Kisah Nabi Nuh Dalam Al-Qur'an


Al-Quran menceritakan kisah Nabi Nuh dalam 43 ayat dari 28 surah di antaranya surah Nuh dari ayat 1 sehinga 28, juga dalam surah "Hud" ayat 27 sehingga 48 yang mengisahkan dialog Nabi Nuh dengan kaumnya dan perintah pembuatan kapal serta keadaan banjir yang menimpa di atas mereka.


Pengajaran Dari Kisah Nabi Nuh A.S.

Bahwasanya hubungan antara manusia yang terjalin karena ikatan persamaan kepercayaan atau penamaan aqidah dan pendirian adalah lebih erat dan lebih berkesan dari pada hubungan yang terjalin karena ikatan darah atau kelahiran. Kan'aan yang walaupun ia adalah anak kandung Nabi Nuh, oleh Allah S.W.T. dikeluarkan dari bilangan keluarga ayahnya karena ia menganut kepercayaan dan agama berlainan dengan apa yang dianut dan didakwahkan oleh ayahnya sendiri, bahkan ia berada di pihak yang memusuhi dan menentangnya.

Maka dalam pengertian inilah dapat difahami firman Allah dalam Al-Quran yang bermaksud: "Sesungguhnya para mukmin itu adalah bersaudara."
Demikian pula hadits Rasulullah SAW yang bermaksud: "Tidaklah sempurna iman seseorang kecuali jika ia menyintai saudaranya yang beriman sebagaimana ia menyintai dirinya sendiri." Juga peribahasa yang berbunyi: "Adakalanya engkau memperolehi seorang saudara yang tidak dilahirkan oleh ibumu."

Imam Muslim meriwayatkan dalam kitab Shahih-nya dari Anas Ibnu Malik bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Didatangkan untukku Buraq yang merupakan hewan putih, panjangnya di atas himar dan di bawah bagal, kukunya berada di akhir ujungnya. Beliau bersabda, `Aku segera menungganginya hingga tiba di Baitul Maqdis.' Beliau bersabda, `Lalu ia mengikatnya dengan tali (rantai)  yang biasa dipakai oleh para nabi untuk mengikat.' Beliau melanjutkan, `Kemudian aku memasuki masjid (Baitul Maqdis) dan mendirikan shalat dua rakaat. Setelah itu, aku keluar. Lalu Malaikat Jibril a.s. mendatangiku dan menyodorkan dua buah gelas yang satu berisi khamar dan lainnya berisi susu. Aku memilih gelas yang berisi susu dan Jibril a.s. berkata, `Engkau telah memilih kesucian.'

Kemudian ia naik bersamaku ke langit yang pertama. Jibril meminta dibukakan pintu. Lalu (malaikat penjaga langit pertama) bertanya, `Siapakah kamu.' Jibril a.s. menjawab, `Jibril.' Kemudian ia ditanya lagi, `Siapakah yang besertamu?' Jibril a.s. menjawab, `Muhammad.' Malaikat itu bertanya, `Apakah kamu diutus?' Jibril menjawab, `Ya, aku diutus.' Lalu pintu langit dibukakan untuk kami. Ternyata aku bertemu dengan Nabi Adam a.s. Ia menyambutku dan mendo'akanku dengan kebaikan.

Setelah itu Jibril a.s. naik bersamaku ke langit yang kedua dan meminta dibukakan pintu. Lalu pintu langit kedua dibukakan untuk kami. Di sana aku bertemu dengan dua putra paman Isa bin Maryam dan Yahya bin Zakaria a.s., keduanya menyambutku dan mendo'akanku dengan kebaikan.

Lalu Jibril a.s. naik bersamaku ke langit yang ketiga dan meminta dibukakan pintu langit ketiga. Lalu pintu langit ketiga dibukakan untuk kami. Di sana aku bertemu dengan Yusuf a.s. yang telah dianugerahi sebagian nikmat ketampanan. Ia menyambutku dan mendo'akanku dengan kebaikan.

Kemudian Jibril a.s. naik bersamaku ke langit keempat dan meminta dibukakan pintu langit keempat. Lalu pintu langit keempat dibukakan untuk kami. Di sana aku bertemu dengan Idris a.s. yang menyambutku dan mendo'akanku dengan kebaikan. Allah SWT berfirman, `Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi.'

Setelah itu Jibril a.s. kembali naik bersamaku ke langit yang kelima dan meminta dibukakan pintu langit kelima. Lalu ia membukakan pintu langit yang kelima untuk kami, Di sana aku bertemu dengan Harun a.s. yang menyambutku dan mendo'akanku dengan kebaikan.

Malaikat Jibril a.s. kembali naik bersamaku ke langit yang keenam dan meminta dibukakan pintu untuk kami. Lalu ia membukakan pintu keenam untuk kami. Di sana aku bertemu dengan Musa a.s. yang menyambutku dan mendo'akanku dengan kebaikan.

Lalu Jibril a.s. naik lagi bersamaku ke langit yang ketujuh dan meminta dibukakan pintu langit ketujuh. Kemudian malaikat penjaga pintu langit ketujuh membukakan pintu untuk kami. Di sana aku bertemu dengan Ibrahim a.s. yang menyandarkan punggungnya ke Baitul Ma'mur yang setiap harinya dimasuki oleh tujuh puluh ribu malaikat dan tidak kembali kepadanya sebelum menyelesaikan urusannya.

Setelah itu, ia pergi bersamaku ke Sidratul Muntaha. Ternyata, daun-daunnya sebesar kuping gajah dan buah-buahannya menyerupai buah anggur. Begitu perintah Allah SWT menyelubunginya dan menyelubungi apa-apa yang akan diselubungi, ia segera berubah. Tidak ada seorang makhluk Allah pun yang mampu menyifati keindahan dan keelokannya. Lalu Allah Maha Agung mewahyukan apa-apa yang akan diwahyukan-Nya kepadaku dan mewajibkanku untuk mendirikan shalat lima puluh kali setiap hari sehari semalam. Setelah itu, aku turun menemui Musa a.s.. Ia bertanya kepadaku, `Apakah gerangan yang telah diwajibkan Allah SWT atas umatmu.' Aku menjawab,' Mendirikan shalat sebanyak lima puluh kali.' Kemudian ia berkata, `Kembalilah kepada Rabb-mu dan mohonlah kepada-Nya keringanan. Sesungguhnya umatmu tidak memiliki kemampuan untuk melakukan itu. Sesungguhnya aku telah berpengalaman mencobanya kepada Bani Israel.' Beliau melanjutkan sabdanya, `Kemudian aku kembali kepada Rabb-ku dan memohon, `Wahai Rabb, berikanlah keringan untuk umatku.' Dan Ia mengurangi menjadi lima kali. Setelah itu, aku kembali menemui Musa a.s. dan kukatakan kepadanya, `Ia telah mengurangi menjadi lima kali.' Namun Musa a.s. kembali berkata, `Sesungguhnya umatmu tidak memiliki kemampuan untuk melakukan hal itu. Karena itu kembalilah kepada Rabb-mu dan mohonlah keringanan.' Lalu aku bolak-balik bertemu antara Rabb-ku Yang Maha Tinggi dengan Musa a.s.. Lalu Dia berfirman, `Wahai Muhammad, sesungguhnya kelima shalat itu dilaksanakan setiap sehari semalam. Setiap shalat dihitung sepuluh yang berarti berjumlah lima puluh shalat. Barang siapa yang ingin melakukan suatu kebaikan kemudian tidak melaksanakannya, maka Ku-tuliskan untuknya satu kebaikan. Dan jika ia mengerjakannya, maka Ku-tuliskan untuknya sepuluh kebaikan. Barangsiapa ingin melakukan kejelekan kemudian tidak melakukannya, maka Aku tidak menulis apa-apa padanya. Dan jika ia mengerjakannya, maka Aku menuliskannya satu kejelekan.' Beliau kembali melanjutkan sabdanya, `Lalu aku turun hingga sampai kepada Musa a.s. dan memberitahukan hal tersebut. Musa a.s. berkata, `Kembalilah kepada Rabb-mu dan memohonlah keringanan.' Saat itu Rasulullah saw. bersabda, `Aku katakan kepadanya, `Aku telah berulang kali kembali kepada Rabb-ku hingga aku merasa malu kepada-Nya.'"

Dari Nabi S.A.W., "Pada waktu malam saya diisra'kan sampai ke langit, Allah S.W.T telah memberikan lima wasiat, antaranya :
  • Janganlah engkau gantungkan hatimu kepada dunia kerana sesungguhnya Aku tidak menjadikan dunia ini untuk engkau.
  •  Jadikan cintamu kepada-Ku sebab tempat kembalimu adalah kepada-Ku.  
  • Bersungguh-sungguhlah engkau mencari syurga.  
  • Putuskan harapan dari makhluk kerana sesungguhnya mereka itu sedikitpun tidak ada kuasa di tangan mereka.
  • Rajinlah mengerjakan sembahyang tahajjud kerana sesungguhnya pertolongan itu berserta qiamullail.

Ibrahim bin Adham berkata, "Telah datang kepadaku beberapa orang tetamu, dan saya tahu mereka itu adalah wakil guru tariqat. Saya berkata kepada mereka, berikanlah nasihat yang berguna kepada saya, yang akan membuat saya takut kepada Allah S.W.T.
Lalu mereka berkata, "Kami wasiatkan kepada kamu 7 perkara, yaitu :
  • Orang yang banyak bicaranya janganlah kamu harapkan sangat kesedaran hatinya.
  • Orang yang banyak makan janganlah kamu harapkan sangat kata-kata himat darinya. 
  • Orang yang banyak bergaul dengan manusia janganlah kamu harapkan sangat kemanisan ibadahnya.
  • Orang yang cinta kepada dunia janganlah kamu harapkan sangat khusnul khatimahnya. 
  • Orang yang bodoh janganlah kamu harapkan sangat akan hidup hatinya. 
  • Orang yang memilih berkawan dengan orang yang zalim janganlah kamu harapkan sangat kelurusan agamanya. 
  • Orang yang mencari keridhoan manusia janganlah harapkan sangat akan keredhaan Allah daripadanya."

Abu Bakar r.a. berkata, " Sesungguhnya iblis berdiri di depanmu, jiwa di sebelah kananmu, nafsu di sebelah kirimu, dunia di sebelah belakangmu dan semua anggota tubuhmu berada di sekitar tubuhmu. Sedangkan Allah di atasmu. Sementara iblis terkutuk mengajakmu meninggalkan agama, jiwa mengajakmu ke arah maksiat, nafsu mengajakmu memenuhi syahwat, dunia mengajakmu supaya memilihnya dari akhirat dan anggota tubuh menagajakmu melakukan dosa. Dan Tuhan mengajakmu masuk Syurga serta mendapat keampunan-Nya, sebagaimana firman-Nya yang bermaksud, "....Dan Allah mengajak ke Syurga serta menuju keampunan-Nya..."

Siapa yang memenuhi ajakan iblis, maka hilang agama dari dirinya. Siapa yang memenuhi ajakan jiwa, maka hilang darinya nilai nyawanya. Siapa yang memenuhi ajakan nafsunya, maka hilanglah akal dari dirinya. Siapa yang memenuhi ajakan dunia, maka hilang akhirat dari dirinya. Dan siapa yang memenuhi ajakan anggota tubuhnya, maka hilang syurga dari dirinya.
Dan siapa yang memenuhi ajakan Allah S.W.T., maka hilang dari dirinya semua kejahatan dan ia memperoleh semua kebaikan."

Iblis adalah musuh manusia, sementara manusia adalah sasaran iblis. Oleh itu, manusia hendaklah senantiasa berwaspada sebab iblis senantiasa melihat tepat pada sasarannya.

Dalam sebuah kitab karangan 'Ustman bin Hasan bin Ahmad Asy-Syaakir Alkhaubawiyi, seorang ulama yang hidup dalam abad ke XIII Hijrah, menerangkan bahwa sesungguhnya Allah S.W.T telah menciptakan akal, maka Allah S.W.T telah berfirman yang bermaksud : "Wahai akal menghadaplah engkau." Maka akal pun menghadap kehadapan Allah S.W.T., kemudian Allah S.W.T berfirman yang bermaksud : "Wahai akal berbaliklah engkau!", lalu akal pun berbalik.
Kemudian Allah S.W.T. berfirman lagi yang bermaksud : "Wahai akal! Siapakah aku?". Lalu akal pun berkata, "Engkau adalah Tuhan yang menciptakan aku dan aku adalah hamba-Mu yang dhoif dan lemah."

Lalu Allah S.W.T berfirman yang bermaksud : "Wahai akal tidak Ku-ciptakan makhluk yang lebih mulia daripada engkau."
Setelah itu Allah S.W.T menciptakan nafsu, dan berfirman kepadanya yang bermaksud : "Wahai nafsu, menghadaplah kamu!". Nafsu tidak menjawab sebaliknya mendiamkan diri. Kemudian Allah S.W.T berfirman lagi yang bermaksud : "Siapakah engkau dan siapakah Aku?". Lalu nafsu berkata, "Aku adalah aku, dan Engkau adalah Engkau."
Setelah itu Allah S.W.T menyiksanya dengan neraka jahim selama 100 tahun, dan kemudian mengeluarkannya. Kemudian Allah S.W.T berfirman yang bermaksud : "Siapakah engkau dan siapakah Aku?". Lalu nafsu berkata, "Aku adalah aku dan Engkau adalah Engkau."
Lalu Allah S.W.T menyiksa nafsu itu dalam neraka Juu' selama 100 tahun. Setelah dikeluarkan maka Allah S.W.T berfirman yang bermaksud : "Siapakah engkau dan siapakah Aku?". Akhirnya nafsu mengakui dengan berkata, " Aku adalah hamba-Mu dan Kamu adalah tuhanku."
Dalam kitab tersebut juga diterangkan bahwa dengan sebab itulah maka Allah S.W.T mewajibkan puasa.
Dalam kisah ini dapatlah kita mengetahui bahwa nafsu itu adalah sangat jahat oleh itu hendaklah kita mengawal nafsu itu, jangan biarkan nafsu itu mengawal kita, sebab kalau dia yang mengawal kita maka kita akan menjadi musnah.

Dari Ibnu Abbas r.a berkata Rasulullah S.A.W bersabda : " Sesiapa yang berpuasa pada hari Asyura (10 Muharram) maka Allah S.W.T akan memberi kepadanya pahala 10,000 malaikat dan sesiapa yang berpuasa pada hari Asyura (10 Muharram) maka akan diberi pahala 10,000 orang berhaji dan berumrah, dan 10,000 pahala orang mati syahid, dan barang siapa yang mengusap kepala anak-anak yatim pada hari tersebut maka Allah S.W.T akan menaikkan dengan setiap rambut satu derajat. Dan sesiapa yang memberi makan kepada orang yang berbuka puasa pada orang mukmin pada hari Asyura, maka seolah-olah dia memberi makan pada seluruh umat Rasulullah S.A.W yang berbuka puasa dan mengenyangkan perut mereka."

Lalu para sahabat bertanya Rasulullah S.A.W : " Ya Rasulullah S.A.W, adakah Allah telah melebihkan hari Asyura daripada hari-hari lain?". Maka berkata Rasulullah S.A.W : " Ya, memang benar, Allah Taala menjadikan langit dan bumi pada hari Asyura, menjadikan laut pada hari Asyura, menjadikan bukit-bukit pada hari Asyura, menjadikan Nabi Adam dan juga Hawa pada hari Asyura, lahirnya Nabi Ibrahim juga pada hari Asyura, dan Allah S.W.T menyelamatkan Nabi Ibrahim dari api juga pada hari Aasyura, Allah S.W.T menenggelamkan Fir'aun pada hari Asyura, menyembuhkan penyakit Nabi Ayyub a.s pada hari Asyura, Allah S.W.T menerima taubat Nabi Adam pada hari Asyura, Allah S.W.T mengampunkan dosa Nabi Daud pada hari Asyura, Allah S.W.T mengembalikan kerajaan Nabi Sulaiman juga pada hari Asyura, dan akan terjadi hari kiamat itu juga pada hari Asyura !".

Dikisahkan dalam sebuah hadits bahwa sesungguhnya neraka Jahannam itu adalah hitam gelap, tidak ada cahaya dan tidak pula ia menyala. Dan ianya memiliki 7 buah pintu dan pada setiap pintu itu terdapat 70,000 gunung, pada setiap gunung itu terdapat 70,000 lereng dari api dan pada setiap lereng itu terdapat 70,000 belahan tanah yang terdiri dari api, pada setiap belahannya pula terdapat 70,000 lembah dari api.
Dikisahkan dalam hadis tersebut bahwa pada setiap lembah itu terdapat 70,000 gudang dari api, dan pada setiap gudang itu pula terdapat 70,000 kamar dari api, pada setiap kamar itu pula terdapat 70,000 ular dan 70,000 kala, dan dikisahkan dalam hadis tersebut bahwa setiap kala itu mempunyai 70,000 ekor dan setiap ekor pula memiliki 70,000 ruas. Pada setiap ruas kala tersebut ianya mempunyai 70,000 qullah bisa.

Dalam hadits yang sama menerangkan bahwa pada hari kiamat nanti akan dibuka penutup neraka Jahannam, maka sebaik saja pintu neraka Jahannam itu terbuka, akan keluarlah asap datang mengepung mereka di sebelah kiri, lalu datang pula sebuah kumpulan asap mengepung mereka disebelah hadapan muka mereka, serta datang kumpulan asap mengepung di atas kepala dan di belakang mereka. Dan mereka (Jin dan Mausia) apabila terpandang akan asap tersebut maka bergetarlah dan mereka berlutut dan memanggil-manggil, "Ya Tuhan kami, selamatkanlah."

Diriwayatkan bahwa sesungguhnya Rasulullah S.A.W telah bersabda : "Akan didatangkan pada hari kiamat itu neraka Jahannam, dan neraka Jahannam itu mempunyai 70,000 kendali, dan pada setiap kendali itu ditarik oleh 70,000 malaikat, dan berkenaan dengan malaikat penjaga neraka itu besarnya ada diterangkan oleh Allah S.W.T dalam surah At-Tahrim ayat 6 yang bermaksud : "Sedang penjaganya malaikat-malaikat yang kasar lagi keras."
Setiap malaikat apa yang ada di antara pundaknya adalah jarak perjalanan setahun, dan setiap satu dari mereka itu mempunyai kekuatan yang mana kalau dia memukul gunung dengan pemukul yang ada padanya, maka niscaya akan hancur lebur gunung tersebut. Dan dengan sekali pukulan saja ia akan membenamkan 70,000 ke dalam neraka Jahannam.

Dari Anas r.a. berkata bahwa ada tujuh macam pahala yang dapat diterima seseorang itu selepas matinya.
  1. Sesiapa yang mendirikan masjid maka ia tetap pahalanya selagi masjid itu digunakan oleh orang untuk beramal ibadat di dalamnya.
  2. Sesiapa yang mengalirkan air sungai selagi ada orang yang minum daripadanya.
  3. Sesiapa yang menulis mushaf ia akan mendapat pahala selagi ada orang yang membacanya.
  4. Orang yang menggali perigi selagi ada orang yang menggunakannya.
  5. Sesiapa yang menanam tanam-tanaman selagi ada yang memakannya baik dari manusia atau burung.
  6. Mereka yang mengajarkan ilmu yang berguna selama ia diamalkan oleh orang yang mempelajarinya.
  7. Orang yang meninggalkan anak yang soleh yang mana ianya selalu mendoakan kedua orang tuanya dan beristighfar baginya.
  8.  yakni anak yang selalu diajari ilmu Al-Qur'an maka orang yang mengajarnya akan mendapat pahala selagi anak itu mengamalkan ajaran-ajarannya tanpa mengurangi pahala anak itu sendiri.

Abu Hurairah r.a. berkata, Rasulullah S.A.W. telah bersabda : "Apabila telah mati anak Adam itu, maka terhentilah amalnya melainkan tiga macam :
  1. Sedekah yang berjalan terus (Sedekah Amal Jariah)
  2. Ilmu yang berguna dan diamalkan.
  3. Anak yang soleh yang mendoakan baik baginya.

Kisah Bumi Dan Langit

post by Unknown Saturday, December 29, 2012 0 komentar

Adapun terjadinya peristiwa Isra' dan Mi'raj adalah karena bumi merasa bangga dengan langit. Berkata dia kepada langit, "Hai langit, aku lebih baik dari kamu karena Allah S.W.T. telah menghiaskan aku dengan berbagai-bagai negara, beberapa laut, sungai-sungai, tanam-tanaman, beberapa gunung dan lain-lain."
Berkata langit, "Hai bumi, aku juga lebih elok dari kamu karena matahari, bulan, bintang-bintang, beberapa falah, buruj, 'arasy, kursi dan syurga ada padaku."
Berkata bumi, "Hai langit, ditempatku ada rumah yang dikunjungi dan untuk bertawaf para nabi, para utusan dan arwah para wali dan solihin (orang-orang yang baik)."
Bumi berkata lagi, "Hai langit, sesungguhnya pemimpin para nabi dan utusan bahkan sebagai penutup para nabi dan kekasih Allah seru sekalian alam, seutama-utamanya segala yang wujud serta kepadanya penghormatan yang paling sempurna itu tinggal di tempatku. Dan dia menjalankan syari'atnya juga di tempatku."
Langit tidak dapat berkata apa-apa, apabila bumi berkata demikian. Langit mendiamkan diri dan dia menghadap Allah S.W.T dengan berkata, "Ya Allah, Engkau telah mengabulkan permintaan orang yang tertimpa bahaya, apabila mereka berdoa kepada Engkau. Aku tidak dapat menjawab soalan bumi, oleh itu aku minta kepada-Mu ya Allah supaya Muhammad Engkau dinaikkan kepadaku (langit) sehingga aku menjadi mulia dengan kebagusannya dan berbangga."

Lalu Allah S.W.T mengabulkan permintaan langit, kemudian Allah S.W.T memberi wahyu kepada Jibril A.S pada malam tanggal 27 Rajab, "Janganlah engkau (Jibril) bertasbih pada malam ini dan engkau 'Izrail jangan engkau mencabut nyawa pada malam ini."
Jibrail A.S. bertanya, " Ya Allah, apakah kiamat telah sampai?"Allah S.W.T berfirman, maksudnya, "Tidak, wahai Jibril. Tetapi pergilah engkau ke Syurga dan ambillah buraq dan terus pergi kepada Muhammad dengan buraq itu."
Kemudian Jibril A.S. pun pergi dan dia melihat 40,000 buraq sedang bersenang-lenang di taman Syurga dan di wajah masing-masing terdapat nama Muhammad. Di antara 40,000 buraq itu, Jibril A.S. terpandang pada seekor buraq yang sedang menangis bercucuran air matanya. Jibril A.S. menghampiri buraq itu lalu bertanya, "Mengapa engkau menangis, ya buraq?"

Berkata buraq, "Ya Jibril, sesungguhnya aku telah mendengar nama Muhammad sejak 40 tahun, maka pemilik nama itu telah tertanam dalam hatiku dan aku sesudah itu menjadi rindu kepadanya dan aku tidak mau makan dan minum lagi. Aku laksana dibakar oleh api kerinduan."
Berkata Jibril A.S., "Aku akan menyampaikan engkau kepada orang yang engkau rindukan itu."
Kemudian Jibril A.S. memakaikan pelana dan kekang kepada buraq itu dan membawanya kepada Nabi Muhammad S.A.W. Wallahu'alam.

Buraq yang diceritakan inilah yang membawa Rasulullah S.A.W dalam perjalanan Isra' dan Mi'raj.

Nabi Musa adalah satu-satunya Nabi yang berbincang-bincang dengan Allah S.W.T setiap kali dia hendak bermunajat, Nabi Musa akan naik ke Bukit Tursina. Di atas bukit itulah dia akan berbicara dengan Allah. Nabi Musa sering bertanya dan Allah akan menjawab pada waktu itu juga. Inilah kelebihannya yang tidak ada pada nabi-nabi lain.
Suatu hari Nabi Musa telah bertanya kepada Allah. "Ya Allah, siapakah orang di syurga nanti yang akan berjiran dengan aku?".
Allah pun menjawab dengan mengatakan nama orang itu, kampung serta tempat tinggalnya. Setelah mendapat jawapan, Nabi Musa turun dari Bukit Tursina dan terus berjalan mengikut tempat yang diberitahu. Setelah beberapa hari di dalam perjalanan akhirnya sampai juga Nabi Musa ke tempat berkenaan.

Dengan pertolongan beberapa orang penduduk di situ, beliau berjaya bertemu dengan orang tersebut. Setelah memberi salam beliau dipersilakan masuk dan duduk di ruang tamu.
Tuan rumah itu tidak melayani Nabi Musa. Dia masuk ke dalam bilik dan melakukan sesuatu di dalam. Sebentar kemudian dia keluar sambil membawa seekor babi betina yang besar. Nabi Musa terkejut melihatnya. "Apa hal ini?, kata Nabi Musa berbisik dalam hatinya penuh keheranan.

Babi itu dibersihkan dan dimandikan dengan baik. Setelah itu babi itu di lap sampai kering serta dipeluk cium kemudian dihantar semula ke dalam bilik. Tidak lama kemudian dia keluar sekali lagi dengan membawa pula seekor babi jantan yang lebih besar. Babi itu juga dimandikan dan dibersihkan. Kemudian di lap hingga kering dan dipeluk serta cium dengan penuh kasih sayang. Babi itu kemudian dihantar semula ke bilik.
Selesai kerjanya barulah dia melayani Nabi Musa. "Wahai saudara! Apa agama kamu?". "Aku agama Tauhid", jawab pemuda itu yaitu agama Islam. "Habis, mengapa kamu membela babi? Kita tidak boleh berbuat begitu." Kata Nabi Musa.

"Wahai tuan hamba", kata pemuda itu. "Sebenarnya kedua babi itu adalah ibu bapa kandung ku. Oleh karena mereka telah melakukan dosa yang besar, Allah telah menukarkan rupa mereka menjadi babi yang buruk rupanya. Soal dosa mereka dengan Allah itu soal lain. Itu urusannya dengan Allah. Aku sebagai anaknya tetap melaksanakan kewajibanku sebagai anak. Hari-hari aku berbakti kepada kedua ibu bapaku seperti mana yang tuan hamba lihat tadi. Walaupun rupa mereka sudah menjadi babi, aku tetap melaksanakan tugasku.", sambungnya.

"Setiap hari aku berdoa kepada Allah agar mereka diampunkan. Aku memohon supaya Allah menukarkan wajah mereka menjadi manusia yang sebenarnya, tetapi Allah masih belum mengabulkannya.", tambah pemuda itu lagi.
Maka ketika itu juga Allah menurunkan wahyu kepada Nabi Musa a.s. 'Wahai Musa, inilah orang yang akan berjiran dengan kamu di Syurga nanti, hasil baktinya yang sangat tinggi kepada kedua ibu bapanya. Ibu bapanya yang sudah buruk dengan rupa babi pun dia berbakti juga. Oleh itu Kami naikkan makamnya sebagai anak soleh disisi Kami."

Allah juga berfirman lagi yang bermaksud : "Oleh karena dia telah berada di makam anak yang soleh disisi Kami, maka Kami angkat doanya. Tempat kedua ibu bapanya yang Kami sediakan di dalam neraka telah Kami pindahkan ke dalam syurga."
Itulah berkat anak yang soleh. Doa anak yang soleh dapat menebus dosa ibu bapa yang akan masuk ke dalam neraka pindah ke syurga. Ini juga hendaklah dengan syarat dia berbakti kepada ibu bapanya. Walaupun hingga ke peringkat rupa ayah dan ibunya seperti babi. Mudah-mudahan ibu bapa kita mendapat tempat yang baik di akhirat kelak.

Walau bagaimana buruk sekali pun perangi kedua ibu bapa kita itu bukan urusan kita, urusan kita ialah menjaga mereka dengan penuh kasih sayang sebagaimana mereka menjaga kita sewaktu kecil hingga dewasa.
Walau banyak sekali pun dosa yang mereka lakukan, itu juga bukan urusan kita, urusan kita ialah meminta ampun kepada Allah S.W.T supaya kedua ibu bapa kita diampuni Allah S.W.T.
Doa anak yang soleh akan membantu kedua ibu bapanya mendapat tempat yang baik di akhirat, inilah yang dinanti-nantikan oleh para ibu bapa di alam kubur.

Arti sayang seorang anak kepada ibu dan bapanya bukan melalui hantaran uang ringgit, tetapi sayang seorang anak pada kedua ibu bapanya ialah dengan doanya supaya kedua ibu bapanya mendapat tempat yang terbaik di sisi Allah.

Ada seorang perempuan tua yang taat beragama, tetapi suaminya seorang yang fasik dan tidak mau mengerjakan kewajiban agama dan tidak mau berbuat kebaikan.
Perempuan itu senantiasa membaca Bismillah setiap kali hendak bercakap dan setiap kali dia hendak mengerjakan sesuatu senantiasa didahului dengan Bismillah. Suaminya tidak suka dengan sikap istrinya dan senantiasa memperolok-olokkan istrinya.
Suaminya berkata sambil mengejek, "Asyik Bismillah, Bismillah. Sekejap-sekejap Bismillah."

Istrinya tidak berkata apa-apa sebaliknya dia berdoa kepada Allah S.W.T. supaya memberikan hidayah kepada suaminya. Suatu hari suaminya berkata : "Suatu hari nanti akan aku buat kamu kecewa dengan bacaan-bacaanmu itu."
Untuk membuat sesuatu yang memeranjatkan istrinya, dia memberikan uang yang banyak kepada istrinya dengan berkata, "Simpan duit ini." Istrinya mengambil duit itu dan menyimpan di tempat yang aman, di samping itu suaminya telah melihat tempat yang disimpan oleh istrinya. Kemudian dengan senyap-senyap suaminya itu mengambil duit tersebut dan mencampakkan beg duit ke dalam perigi di belakang rumahnya.

Setelah beberapa hari kemudian suaminya itu memanggil istrinya dan berkata, "Berikan padaku duit yang aku berikan kepada engkau dahulu untuk disimpan."
Kemudian istrinya pergi ke tempat dia menyimpan duit itu dan diikuti oleh suaminya dengan berhati-hati dia menghampiri tempat dia menyimpan duit itu dia membuka dengan membaca, "Bismillahirrahmanirrahiim." Ketika itu Allah S.W.T. menghantar malaikat Jibrail A.S. untuk mengembalikan beg duit dan menyerahkan duit itu kepada suaminya kembali.

Alangkah terperanjat suaminya, dia berasa bersalah dan mengaku segala perbuatannya kepada isterinya, ketika itu juga dia bertaubat dan mula mengerjakan perintah Allah, dan dia juga membaca Bismillah apabila dia hendak memulakan sesuatu kerja.

Dialog Abu Hanifah Dengan Ilmuan Kafir Tentang Ketuhanan

post by Unknown Friday, December 28, 2012 1 komentar

Imam Abu Hanifah pernah bercerita : Ada seorang ilmuwan besar, Atheis dari kalangan bangsa Rom, tapi ia orang kafir. Ulama-ulama Islam membiarkan saja, kecuali seorang, iaitu Hammad guru Abu Hanifah, oleh kerana itu dia segan bila bertemu dengannya.

    Pada suatu hari, manusia berkumpul di masjid, orang kafir itu naik mimbar dan mengadakan tukar fikiran dengan siapa saja, dia hendak menyerang ulama-ulama Islam. Di antara shaf-shaf masjid bangunlah seorang laki-laki muda, dialah Abu Hanifah dan ketika sudah berada dekat depan mimbar, dia berkata: "Inilah saya, hendak tukar fikiran dengan tuan". Mata Abu Hanifah berusaha untuk menguasai suasana, namun dia tetap merendahkan diri karena usia mudanya. Namun dia pun angkat berkata: "Katakan pendapat tuan!". Ilmuwan kafir itu hairan akan keberanian Abu Hanifah, lalu bertanya:

    Atheis : Pada tahun berapakah Rabbmu dilahirkan?
    Abu Hanifah : Allah berfirman: "Dia (Allah) tidak dilahirkan dan tidak pula melahirkan"
   Atheis : Masuk akalkah bila dikatakan bahawa Allah ada pertama yang tiada apa-apa sebelum-Nya?,      Pada tahun berapa Dia ada?
    Abu Hanifah : Dia berada sebelum adanya sesuatu.
    Atheis : Kami mohon diberikan contoh yang lebih jelas dari kenyataan!
    Abu Hanifah : Tahukah tuan tentang perhitungan?
    Atheis : Ya.
    Abu Hanifah : Angka berapa sebelum angka satu?
    Atheis : Tidak ada angka (nol).
    Abu Hanifah : Kalau sebelum angka satu tidak ada angka lain yang mendahuluinya, kenapa tuan heran kalau sebelum Allah Yang Maha satu yang hakiki tidak ada yang mendahuluiNya?

Atheis : Dimanakah Rabbmu berada sekarang?, sesuatu yang ada pasti ada tempatnya.
    Abu Hanifah : Tahukah tuan bagaimana bentuk susu?, apakah di dalam susu itu keju?
    Atheis : Ya, sudah tentu.
    Abu Hanifah : Tolong perlihatkan kepadaku di mana, di bagian mana tempatnya keju itu sekarang?
    Atheis : Tak ada tempat yang khusus. Keju itu menyeluruh meliputi dan bercampur dengan susu diseluruh bagian.
    Abu Hanifah : Kalau keju makhluk itu tidak ada tempat khusus dalam susu tersebut, apakah layak tuan meminta kepadaku untuk menetapkan tempat Allah Ta'ala?, Dia tidak bertempat dan tidak ditempatkan!

    Atheis : Tunjukkan kepada kami zat Rabbmu, apakah ia benda padat seperti besi, atau benda cair seperti air, atau menguap seperti gas?
    Abu Hanifah : Pernahkan tuan mendampingi orang sakit yang akan meninggal?
    Atheis : Ya, pernah.
  Abu Hanifah : Sebermula ia berbicara dengan tuan dan menggerak-gerakan anggota tubuhnya. Lalu tiba-tiba diam tak bergerak, apa yang menimbulkan perubahan itu?
    Atheis : Kerana rohnya telah meninggalkan tubuhnya.
    Abu Hanifah : Apakah waktu keluarnya roh itu tuan masih ada disana?
    Atheis : Ya, masih ada.
    Abu Hanifah : Ceritakanlah kepadaku, apakah rohnya itu benda padat seperti besi, atau cair seperti air atau menguap seprti gas?
    Atheis : Entahlah, kami tidak tahu.
    Abu Hanifah : Kalau tuan tidak boleh mengetahui bagaimana zat mahupun bentuk roh yang hanya sebuah makhluk, bagaimana tuan boleh memaksaku untuk mengutarakan zat Allah Ta'ala?!!

    Atheis : Ke arah manakah Allah sekarang menghadapkan wajahnya? Sebab segala sesuatu pasti mempunyai arah?
    Abu Hanifah : Jika tuan menyalakan lampu di dalam gelap malam, ke arah manakah sinar lampu itu menghadap?
    Atheis : Sinarnya menghadap ke seluruh arah dan penjuru.
    Abu Hanifah : Kalau demikian halnya dengan lampu yang cuma buatan itu, bagaimana dengan Allah Ta'ala Pencipta langit dan bumi, sebab Dia nur cahaya langit dan bumi.

    Atheis : Kalau ada orang masuk ke syurga itu ada awalnya, kenapa tidak ada akhirnya? Kenapa di syurga kekal selamanya?
    Abu Hanifah : Perhitungan angka pun ada awalnya tetapi tidak ada akhirnya.
    Atheis : Bagaimana kita boleh makan dan minum di syurga tanpa buang air kecil dan besar?
   Abu Hanifah : Tuan sudah mempraktekkanya ketika tuan ada di perut ibu tuan. Hidup dan makan minum selama sembilan bulan, akan tetapi tidak pernah buang air kecil dan besar disana. Baru kita melakukan dua hajat tersebut setelah keluar beberapa saat ke dunia.
    Atheis : Bagaimana kebaikan syurga akan bertambah dan tidak akan habis-habisnya jika dinafkahkan?
    Abu Hanifah : Allah juga menciptakan sesuatu di dunia, yang bila dinafkahkan malah bertambah banyak, seperti ilmu. Semakin diberikan (disebarkan) ilmu kita semakin berkembang (bertambah) dan tidak berkurang.

    "Ya! kalau segala sesuatu sudah ditakdirkan sebelum diciptakan, apa yang sedang Allah kerjakan sekarang?" tanya Atheis. "Tuan menjawab pertanyaan-pertanyaan saya dari atas mimbar, sedangkan saya menjawabnya dari atas lantai. Maka untuk menjawab pertanyaan tuan, saya mohon tuan turun dari atas mimbar dan saya akan menjawabnya di tempat tuan", pinta Abu Hanifah. Ilmuwan kafir itu turun dari mimbarnya, dan Abu Hanifah naik di atas. "Baiklah, sekarang saya akan menjawab pertanyaan tuan. Tuan bertanya apa pekerjaan Allah sekarang?". Ilmuwan kafir mengangguk. "Ada pekerjaan-Nya yang dijelaskan dan ada pula yang tidak dijelaskan. Pekerjaan-Nya sekarang ialah bahwa apabila di atas mimbar sedang berdiri seorang kafir yang tidak hak seperti tuan, Dia akan menurun kannya seperti sekarang, sedangkan apabila ada seorang mukmin di lantai yang berhak, dengan segera itu pula Dia akan mengangkatnya ke atas mimbar, demikian pekerjaan Allah setiap waktu". Para hadirin puas dengan jawapan yang diberikan oleh Abu Hanifah dan begitu pula dengan orang kafir itu.

---------------------

Kisah ini didapati dalam dua versi yang berbeda sedikit, satu mengatakan Atheis dan yang lain mengatakanya ilmuan kafir, persoalan-persoalan yang dikemukakannya adalah hampir sama, lalu di combine aja dech soalan-soalannya dan menyusunnya sekali. hehe ^-^

@@@---------------------------------------------------------@@@


you have read "Dialog Abu Hanifah Dengan Ilmuan Kafir Tentang Ketuhanan"
explore more widespread in
http://story99info.blogspot.com/

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Translate

Popular Post

Open Cbox

Followers